Smart Talent

Tantangan Gen-Z dalam dunia kerja

SHARE POST
TWEET POST

Generasi Z (Gen Z), yang tumbuh di era digital, menghadapi tantangan signifikan dalam beradaptasi dengan dunia kerja meskipun mereka memiliki keterampilan teknologi yang mumpuni. Dalam acara “Halo Indonesia” yang disiarkan oleh DAAI TV pada Kamis, 9 Januari 2025, Bunda Lucy Lidiawati Santioso, Dosen Program Studi Digital Neuropsikologi di UICI sekaligus Founder Smartalent dan seorang psikolog anak dan remaja, memberikan penjelasan mendalam mengenai fenomena ini.

Bunda Lucy menjelaskan bahwa Gen Z dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kemajuan teknologi dan dilema sosial akibat pandemi COVID-19. Pandemi memperburuk kemampuan mereka untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain, menyebabkan gangguan kesehatan mental yang cukup signifikan. “Perusahaan pun harus beradaptasi dengan kondisi ini,” ungkap Bunda Lucy, yang menyebutkan bahwa banyak perusahaan yang kini harus menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku generasi ini.

Salah satu masalah utama yang dihadapi Gen Z dalam dunia kerja adalah kekurangan soft skills. Menurut Bunda Lucy, meskipun Gen Z sangat terampil dalam hal teknologi, banyak dari mereka yang belum menguasai keterampilan penting lainnya, seperti manajemen waktu, etika kerja, dan budaya profesional. “Mereka lebih banyak fokus pada dunia digital dan sering kali menghindar dari realitas yang membutuhkan interaksi langsung dan keterampilan sosial yang lebih mendalam,” jelasnya.

Sebagai seorang psikolog anak dan remaja yang berfokus pada pengembangan potensi individu melalui Smartalent, Bunda Lucy juga membahas dampak media sosial terhadap kesehatan mental Gen Z. Algoritma media sosial, menurutnya, sering kali memperburuk persepsi diri mereka, dengan memperkuat rasa rentan atau memiliki gangguan mental, meskipun hal tersebut tidak selalu benar. “Ini sangat mempengaruhi kondisi mental mereka, yang pada gilirannya menghambat produktivitas di tempat kerja,” ujarnya.

Selain itu, fleksibilitas kerja menjadi tuntutan utama Gen Z, yang sering kali berbenturan dengan budaya kerja tradisional. “Setelah terbiasa dengan fleksibilitas kerja selama pandemi, banyak dari mereka yang merasa tidak nyaman dengan pola kerja konvensional, seperti jam 9 pagi hingga 5 sore,” kata Bunda Lucy.

Namun, Bunda Lucy menekankan pentingnya kolaborasi antara generasi di dunia kerja. Menurutnya, generasi yang lebih tua harus menyadari bahwa pendekatan yang kaku akan memperburuk kesenjangan yang ada. “Alih-alih memaksakan pola lama, generasi sebelumnya perlu merangkul dan memberdayakan potensi Gen Z untuk kemajuan bersama,” tambahnya.

Untuk membantu Gen Z beradaptasi dengan dunia kerja, Bunda Lucy menyarankan perusahaan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif. Ini termasuk program pelatihan yang mengenalkan nilai-nilai profesionalisme, serta mengajarkan keterampilan interpersonal, komitmen, dan tanggung jawab. Kolaborasi antar generasi yang didukung dengan komunikasi yang baik dapat mempercepat proses adaptasi ini.

Bunda Lucy juga memberikan tips untuk Gen Z agar bisa lebih sukses di dunia kerja, seperti pentingnya perawatan diri (self-care), membangun manajemen waktu yang baik, dan mengubah pola pikir dari mengeluh menjadi fokus pada solusi. “Dengan menjaga kesehatan mental dan pola pikir yang positif, Gen Z bisa lebih siap menghadapi tekanan kerja dan tetap produktif,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Search
Recent post